Ibadah yang Sejati Desember 7, 2023
Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran. (Hos.6:6)
Seorang remaja ditemukan mengalami depresi berat. la mengurung diri di kamarnya. Psikiater didatangkan untuk menolongnya. Orangtuanya heran mengapa anaknya menjadi depresi. Padahal, selama ini mereka selalu memenuhi kebutuhan fisik si anak. Bahkan, kamarnya penuh dengan barang-barang teknologi terkini yang menyenangkan bagi anak seusianya. Setelah sekian sesi percakapan dan pendampingan si anak mengungkapkan isi hatinya, “Aku merindukan papa dan mama hadir dalam hidupku, bukan pemberian-pemberian mereka.”
Melalui Nabi Hosea, Allah mengingatkan bahwa la tidak bisa dibohongi. Tindakan ritual berupa kurban sembelihan dan kurban bakaran tidak disukai Allah jika umat-Nya masih senang melakukan kejahatan. Apa yang disukai Allah ialah kesetiaan yang berangkat dari kasih. Relasi yang makin hari makin baik untuk mengenal kasih Allah jauh lebih bermakna ketimbang segenap pemberian barang-barang mati untuk-Nya.
Kita tentu ingat nasihat Rasul Paulus dalam Roma 12:1. Tubuh kita harusnya menjadi persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah. Itulah ibadah yang sejati. Segenap pemberian tanpa relasi yang saling memahami dan mengasihi adalah bentuk penyuapan. Allah menghendaki diri kita seutuhnya. Pikiran, waktu, tenaga, jauh lebih bermakna ketimbang benda-benda mati. Allah menyukai kejujuran, kerendahan hati, dan kesetiaan kita untuk selalu belajar mengenali kehendak-Nya dan hidup dalam anugerah-Nya. [Pdt. Essy Eisen]
DOA:
Ya Tuhan, aku mau mengenal kehendak-Mu dan mengasihi-Mu dengan setia, lebih daripada segenap pemberian benda-benda mati. Amin.
Ayat Pendukung: Mzm. 85:2-3, 9-14; Hos. 6:1-6; 1Tes. 1:2-10
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.