JANGAN TAKUT Ratapan 3:40-58
“Ya TUHAN, aku memanggil nama-Mu dari dasar lobang yang dalam. Engkau dekat tatkala aku memanggil-Mu, Engkau berfirman: Jangan takut!” (Rat. 3:55 & 57)
Ketika kehidupan kita berada pada titik terendah, gelombang badai menghantam tak kenal lelah dan tak kenal belas kasihan, kita jadi merasa bahwa kehidupan ini sudah tak bisa diharapkan lagi. Titik kehancuran sudah sangat dekat. Kita lantas berpikir: “Ya sudah, apa pun yang akan terjadi, terjadilah.” Lantas, apakah pikiran itu membuat kita menjadi lebih siap menghadapi apa pun yang bakal terjadi di masa depan? Kenyataannya, pikiran semacam itu tidak sedang menyiapkan kita untuk dapat menghadapi kemungkinan terburuk. Sebaliknya, menyiapkan kita untuk benar-benar hancur, tak berpengharapan.
Umat Israel menghadapi kenyataan yang luar biasa pahitnya: Yerusalem dan Bait Allah hancur, sebagian penduduknya dibuang ke Babel. Apakah ada kenyataan yang lebih pahit daripada tempat sucinya diinjak-injak dan dinistakan oleh bangsa asing tanpa dapat mereka cegah? Tangisan air mata darah pun tak sanggup mengobati kepedihan mereka.
Meratap bukanlah cara untuk mengatasi kepahitan hidup. Cara manjur untuk mengatasi kepahitan hidup adalah tetap memelihara keyakinan bahwa Allah begitu dekat pada umat-Nya. Bahkan, ketika umat berada di titik terendah dalam kehidupannya, Allah tetap dekat ketika umat berseru kepada-Nya. Dengan keyakinan dan penghayatan seperti itulah, umat akan mendengar suara Allah yang sangat menyejukkan berkata: “Jangan takut!” [Pdt. Mungki A. Sasmita]
DOA:
Syukur kepada-Mu, ya Allah, karena belas kasih dan kasih setia-Mu begitu nyata dalam kehidupan kami. Amin.
Ayat Pendukung: Mzm. 50:7-15; Rat. 3:40-58; Kis. 28:1-10
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.