Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah pemungut bea Bait Allah kepada Petrus dan berkata: Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?” (Mat. 17:24).
Makna “persembahan” lahir dari keikhlasan hati sebagai wujud ucapan syukur kepada Tuhan. Tetapi bea Bait Allah bukanlah persembahan. Matius 17:25 menjelaskan bea dikaitkan dengan pembayaran wajib seperti halnya pajak. Karena waktu itu Israel di bawah penjajahan Romawi, maka bea dan pajak harus dibayar oleh rakyat Israel yang menjadi taklukannya.
Pemikiran tersebut digunakan Kristus untuk menjelaskan hak dan identitas diri-Nya selaku Anak Allah. Kristus adalah Kyrios (Penguasa) atas Bait Allah. Seharusnya la tidak dapat dikenai bea Bait Allah. Namun, agar sikap Kristus tidak menjadi batu sandungan, maka la menyuruh Petrus memancing ikan. Dari mulut ikan tersebut akan ditemukan 4 dirham sehingga dapat dipakai untuk membayar bea Bait Allah bagi Yesus dan Petrus. Tuhan Yesus tidak hanya membayar bea Bait Allah bagi diri-Nya, tetapi juga memberikan nyawa-Nya.
Hak seseorang tidak boleh dikurangi. Namun, hak kita tidak selalu dapat kita tuntut secara instan. Dalam kehidupan bersama kadang kita harus berlapang dada saat hak kita diabaikan. Kelompok minoritas di mana pun berada sering mengalami diskriminasi. Di beberapa wilayah Indonesia umat Kristen sering kesulitan untuk beribadah secara permanen. Mereka perlu berlapang dada ditindas, tetapi tidak mengurangi semangat untuk memperjuangkan hak secara konstitusional. Untuk itu umat percaya dipanggil untuk mengutamakan kewajiban atau tanggung jawabnya daripada hak-hak mereka. [Pdt. Yohanes Bambang Mulyono]
DOA:
Ya Allah, mampukanlah kami mengutamakan tanggung jawab daripada sikap yang hanya menuntut hak agar tidak menjadi batu sandungan. Amin.
Ayat Pendukung: Mzm. 98; Dan. 6:1-28; Mat. 17:22-27
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.