Mencuci Tangan Selasa, 15 Oktober 2024 – Peringatan Wajib Santa Teresia dari Yesus
Lukas 11:37-41
Ketika Yesus selesai mengajar, seorang Farisi mengundang Dia untuk makan di rumahnya. Maka masuklah Ia ke rumah itu, lalu duduk makan. Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci tangan-Nya sebelum makan. Tetapi Tuhan berkata kepadanya: “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.”
***
Mencuci tangan merupakan hal yang sangat biasa dalam hidup sehari-hari. Lebih lagi ketika masa pandemi, mencuci tangan bahkan menjadi sebuah kewajiban. Kita mencuci tangan untuk membersihkannya dari kotoran, debu, bakteri, virus, dan kuman. Dengan demikian, tangan menjadi bersih. Ketika kita memegang makanan untuk disantap, tangan yang bersih akan mencegah makanan dari kontaminasi. Karena itu, dengan mencuci tangan, kita terhindar dari penyakit. Mencuci tangan juga bisa menjadi simbol. Contohnya, dalam persidangan Yesus, Pilatus dikatakan mencuci tangannya. Ini merupakan simbol bahwa dia tidak ikut bertanggung jawab atas apa pun yang terjadi pada Yesus.
Bacaan Injil hari ini berkisah tentang Yesus yang diundang makan oleh seorang Farisi. Sekilas ini sebuah kisah yang baik, sebab menampilkan seorang Farisi yang ramah. Biasanya orang Farisi dikisahkan bertentangan dengan Yesus, bukan? Apakah kisah kali ini menampilkan sesuatu yang berbeda? Rupanya tidak. Tetap saja kisahnya adalah tentang perbedaan pandangan antara Yesus dan orang Farisi. Pertentangan ini terjadi karena Yesus tidak mencuci tangan sebelum makan. Bagi orang Farisi, tindakan Yesus itu menyalahi aturan. Aturannya adalah: Orang harus mencuci tangan sebelum makan. Kiranya Yesus tahu dan paham akan aturan itu. Tindakan-Nya ini merupakan pintu masuk untuk mengkritik kebiasaan orang Yahudi yang melaksanakan hukum sekadar sebagai formalitas belaka.
Dalam hidup sehari-hari, terkadang kita pun jatuh dalam formalisme, kebiasaan, dan rutinitas, sampai kadang menjadi seperti robot yang serba otomatis. Coba kalau kita masuk ke sebuah minimarket tertentu, pasti kasirnya otomatis akan menyapa kita, “Selamat datang, selamat berbelanja.” Ia menyapa orang yang masuk tanpa memandangnya karena sedang sibuk melayani pembeli yang lain. Dalam hidup beriman, bisa jadi banyak hal yang kita lakukan sekadar formalitas. Setiap Minggu, kita ke gereja terkadang sekadar setor muka, tidak membawa perubahan pada hidup kita.
Hari ini, kita diingatkan bahwa kebersihan hati kita tidak ditentukan oleh berbagai kegiatan luaran yang bersifat rutin dan seremonial, melainkan ditentukan oleh pertobatan yang sungguh dari dalam hati.
SOURCEOki Dwihatmanto OFM
TAGSInspirasi PagiMencuci TanganOki Dwihatmanto OFM