Matius 18:15-20
“Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga. Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang darimu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di surga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.”
***
Membicarakan orang lain memang selalu menarik, apalagi kalau yang dibicarakan adalah kekurangan dan keburukannya. Inilah yang disebut bergosip atau bergunjing. Setiap orang memiliki kecenderungan untuk bergosip. Namun, kita perlu tahu bahwa gosip bisa membuat relasi antarmanusia menjadi rusak. Banyak orang menderita, depresi, bahkan bunuh diri gara-gara gosip. Bergosip sangat bertentangan dengan apa yang diajarkan Yesus kepada kita.
Hari ini, Yesus menunjukkan kepada kita pedoman penting bagaimana seharusnya bersikap terhadap sesama yang berdosa dan melakukan pelanggaran. Yesus memberikan arahan yang jelas mengenai langkah-langkah yang harus diambil yang menekankan pentingnya kasih, pengampunan, dan rekonsiliasi. Tujuan utamanya adalah membawa pendosa kembali ke jalan yang benar.
Langkah pertama adalah mendekati saudara yang berbuat dosa secara pribadi dan dengan penuh kasih. Kita mengajaknya bicara empat mata, tanpa kehadiran orang lain atau pihak ketiga. Pendekatan ini menunjukkan semangat untuk memulihkan hubungan dengan penuh kasih dan kerendahan hati. Dengan menjumpai secara pribadi, kita menunjukkan penghargaan terhadap martabatnya sebagai citra Allah, yakni dengan tidak mempermalukannya di depan orang lain.
Jika pendekatan pribadi tidak berhasil, Yesus menawarkan langkah selanjutnya, yakni melibatkan saksi untuk memastikan tegaknya keadilan dan kebenaran dalam menangani masalah. Keterlibatan orang ketiga dalam hal ini bukan untuk menyebarkan keburukan si pendosa, melainkan untuk memberi kesaksian tentang kebenaran. Penyelesaian konflik harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak bias. Saksi akan memberikan bukti bahwa pelanggaran yang dituduhkan benar terjadi. Dengan ini, pendosa dibantu untuk melihat kesalahannya. Kesadaran akan kesalahan akan membawa orang itu menuju pertobatan.
Jika saudara yang berdosa itu tetap tidak mendengarkan, langkah selanjutnya adalah menyampaikan persoalan kepada jemaat. Pada tahap ini, yang ditekankan adalah pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam komunitas iman. Meskipun demikian, akhir yang ingin dituju tetaplah pemulihan dan rekonsiliasi, bukan hukuman.
Jika dengan langkah itu pun saudara yang berdosa tetap menolak untuk bertobat, Yesus menyarankan untuk memperlakukan dia seperti orang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai. Pada zaman Yesus, orang yang demikian dikucilkan dalam kehidupan keagamaan. Kebebalan saudara yang berdosa akan memberi hukuman pada dirinya sendiri, yakni pengucilan secara sosial. Diharapkan, hal itu akan menyadarkan dan mengarahkannya pada pertobatan.
Dengan merenungkan bacaan Injil hari ini, kita disadarkan bahwa penanganan terhadap para pendosa harus melibatkan kasih, kehati-hatian, keadilan, dan doa bersama. Kita dipanggil untuk berusaha memulihkan hubungan dengan sesama dalam suasana kasih dan hormat, melibatkan orang lain jika dibutuhkan, dan selalu mencari bimbingan Tuhan. Dengan demikian, kita tidak hanya membantu saudara kita untuk kembali ke jalan yang benar, tetapi juga memperkuat ikatan komunitas iman kita, serta mencerminkan kasih dan kebenaran Allah dalam setiap tindakan kita.
Mari kita berusaha untuk mengikuti teladan Yesus dalam mengasihi dan mengampuni, sehingga kita dapat menjadi alat-Nya untuk membawa pemulihan dan rekonsiliasi.